Sunday, September 8th, 2024

Indonesia Berupaya Menggunakan Keahlian Jepang, India, dan Tiongkok untuk Program Makan Siang Gratis Saat Prabowo Menghadapi Kekhawatiran Biaya

Program untuk menyediakan makan siang gratis bagi 83 juta anak bertujuan untuk mengatasi malnutrisi, namun hal ini dapat meningkatkan defisit anggaran negara.

Rencana ambisius presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, untuk memperkenalkan makan siang gratis di seluruh sekolah guna menangani masalah malnutrisi anak telah memicu kekhawatiran terkait potensi dampaknya terhadap keuangan negara.

Tim Prabowo berharap dapat mengatasi kekhawatiran ini dengan mengacu pada negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, dan India, yang telah menerapkan dan mengeluarkan anggaran dengan bijaksana untuk program-program semacam itu.

Para analis memperingatkan bahwa Indonesia menghadapi berbagai tantangan ekonomi dan logistik yang akan membuat Prabowo sulit mengadopsi model regional tersebut.

Program makan siang gratis ini adalah salah satu janji kampanye utama Prabowo, yang akan mengambil alih jabatan dari Presiden Joko Widodo pada bulan Oktober.

Menteri Pertahanan berusia 72 tahun ini mengatakan bahwa skema yang menawarkan makan siang dan susu gratis untuk siswa sekolah adalah “keharusan” untuk mengekang malnutrisi anak di negara ini.

Data dari kementerian kesehatan menunjukkan 21,6 persen anak Indonesia di bawah usia lima tahun mengalami stunting – pertumbuhan terhambat dan masalah perkembangan lainnya yang disebabkan oleh malnutrisi.

Prabowo berharap program makan gratis ini akan membantu membalikkan tren tersebut. Kebanyakan sekolah di Indonesia tidak menyediakan makanan gratis bagi siswa. Programnya membayangkan makanan gratis untuk 83 juta anak kurang mampu dan diperkirakan akan menelan biaya 71 triliun rupiah (US$4,35 miliar) pada tahun 2025.

Tim Prabowo memperkirakan inisiatif ini akan menelan biaya hingga 450 triliun rupiah (US$27 miliar) ketika sepenuhnya diterapkan pada tahun 2029 dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,6 poin persentase.

Untuk mencapai hal ini, Prabowo dikabarkan mempertimbangkan langkah-langkah termasuk memperketat penegakan pajak dan memotong anggaran untuk proyek relokasi ibu kota senilai US$32 miliar yang digagas Widodo.